Daki Dunia yang Berkuman

Business and financial concept on stack of money background flat lay.

Boleh percaya, boleh juga tidak!

Namun, dalam kiasan bahasa Indonesia, uang juga disebut atau diremehkan sebagai “daki dunia”. Juga boleh percaya boleh tidak, tetapi nyatanya seorang wartawan Amerika yang baru-baru ini berkenalan dengan buah rambutan di Thailand melukiskannya kepada sidang pembacanya di USA bahwa “Tampilan rambutan mirip tampilan virus corona sebagaimana yang terlihat lewat suryakanta”. Kurang asem!

Sebagaimana diketahui, daki adalah sesuatu yang kotor dan tubuh manusia dikatakan menghasilkan daki sebanyak sekujur badan dalam setiap bulan. Meski disebut daki dunia, namun tidak sedikit manusia yang rela mengorbankan jiwa dan raga demi meraupnya, bahkan acap melalui cara-cara yang haram. Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada KPK.

Mungkin karena uang adalah daki dunia, lebih mungkin lagi karena menurut berbagai penelitian kebanyakan uang kertas mengandung kotoran dalam bentuk kuman atau yang sejenisnya, hingga di Amerika ada kesimpulan bahwa yang paling banyak menjadi sarang kuman adalah uang kertas tukaran $1, maka tidak mengherankan apabila mesin-mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) di negara Mata Hari Terbit, Jepang, akan “mencuci” uang kertas yang hendak diambil oleh pemilik rekening, sebelum dikantongi oleh pemiliknya.

ATM di Jepang akan menyalurkan uang kertas antara dua batangan bundar yang berkemampuan menerbitkan suhu setinggi 200 derajat Celsius selama 0,1 detik, agar segala organisme yang mungkin menghuni lembaran-lembaran mata uang yen itu, bukan saja tergilas lumat melainkan juga terbakar hangus. Itu di Jepang, sebuah negara yang memang sangat teliti dalam berbagai peri kehidupan. Dapatkah itu juga disebut sebagai “pencucian uang” alias money laundering?

Namun akan halnya virus corona, ternyata tidak begitu mudah tergertak oleh ketelitian Jepang sehingga COVID-19 ikut berkembang biak di negara yang bala tentaranya pernah menguasai Asia, salah satunya Indonesia itu.

Jadi sebenarnya sejak sebelum adanya COVID-19, yang namanya kuman dan segala sekutu serta segala keluarga dan handai tolannya memang sudah gentayangan di dunia ini. Cuma kebanyakan di antaranya memang dapat dengan mudah diatasi oleh antibiotik. Kecuali corona! Tidak mengherankan jika Presiden Amerika, Donald Trump, pernah mengemukakan pernyataan, “Kalau racun disinfektan yang disemprotkan di tempat-tempat umum dapat menghabisi virus corona, kenapa disinfektan itu tidak disuntikkan saja ke dalam tubuh manusia agar semua virus corona di dalam tubuhnya punah?” Hahaha, Bapak Presiden! Very funny, sangat lucu.

Baru-baru ini ada sebuah tulisan di surat kabar Kompas, Jakarta, tentang kuman:

“Kuman merupakan istilah awam yang identik dengan bakteri, yaitu organisme bersel satu yang hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop. Ketika bakteri menular memasuki tubuh, jumlahnya akan bertambah dan berpotensi memproduksi sejumlah zat kimia yang kuat, yang biasa disebut toksin, yang bisa menghancurkan sel-sel tertentu pada jaringan yang diserangnya sehingga membuat kita sakit. Tidak semua bakteri berbahaya. Beberapa bakteri yang tinggal dalam tubuh, seperti pada usus dan mulut, malah menguntungkan. Penyakit yang ditimbulkan bakteri seperti radang paru, jerawat, radang tenggorokan, kolera, dan sebagainya, bisa diobati dengan antibiotik”.

Alhasil yang namanya kuman atau bakteri atau virus atau apalah istilahnya, ternyata beraneka ragam, seperti semboyan bangsa Amerika: e pluribus unum yang artinya dari yang banyak mengerucut menjadi satu-satu bangsa, bangsa Amerika.

Yang juga menarik adalah temuan bahwa di antara lembaran-lembaran uang dolar Amerika itu, cukup banyak yang mengandung kuman atau bakteri Staphylococcus aureus, yang ternyata adalah penghuni lubang hidung manusia. Diam-diam rupanya banyak orang Amerika yang suka “mancing” kata orang Medan alias maaf, ngupil, dan setelahnya tidak cuci tangan dan kemudian memegang uang dolar.

Jadi seharusnya bukan hanya setelah pandemi COVID-19 kita mesti sering-sering cuci tangan, melainkan juga sejak uang kertas diperkenalkan kepada umat manusia. Ternyata uang memang kotor, namun sangat didambakan manusia, meski dalam Bible diperingatkan: “The love of money is the root of all evil” (Rasul Paulus).

Uang kertas mula pertama diperkenalkan dalam Dinasti Song di Tiongkok dalama abad ke-11. Meski uang logam sudah sejak ribuan tahun sebelumnya dipergunakan oleh manusia, menurut para ahli, uang logam “agak” lebih bersih daripada uang kertas, karena permukaannya yang keras dan sering kering ternyata kurang diminati oleh bakteri atau kuman. Sialan, masak bakteri, kuman, atau virus bisa juga cerewet seperti manusia? Kalau tidak empuk dan nyaman, dia (bakteri, kuman, virus) enggan untuk bermukim di situ. Penelitian terhadap sejumlah mata uang logam di Amerika menemukan adanya bakteri Escherichia coli yang biasanya “menghuni” kotoran manusia. Jadi apa makna dari temuan ini? Banyak manusia rupanya sehabis memenuhi “panggilan alam nomor dua”, kurang teliti membersihkan/mencuci tangan.

Ternyata uang logam yang terbuat dari tembaga/perunggu lebih bersih, karena kurang digemari oleh kuman/bakteri/virus dan apalah namanya.

Pokoknya, yang terpenting adalah sesudah memegang atau menyentuh uang, jangan lupa cuci tangan, dan juga kalau sudah sampai pada uang, jangan lupa cuci hati biar bersih dari kecintaan akan “daki dunia”. Lalu bagaimana dengan orang yang ketika menghitung uang suka melekatkan jari tangannya ke lidah agar basah dan memudahkan untuk menghitung lembaran-lembaran fulus itu.

Ketika di Indonesia, penulis pernah menukarkan uang rupiah yang kelebihan ketika akan kembali ke Australia. Begitu memperoleh uang tukaran 50 dolar Australia yang terbuat dari bahan plastik dan memang terlihat sangat mengkilap itu langsung melipatnya untuk dimasukkan dalam dompet. Melihat perbuatan itu, pemilik tempat penukaran uang itu langsung menghampiri penulis dan memperingatkan, “Pak! Pak! Jangan dilipat nanti susah menukarnya kembali ke uang rupiah,” katanya. 

Memang, di Indonesia orang sangat hati-hati dengan uang asing, seperti dolar Amerika, yang harus licin laksana baru disetrika, kalau ingin mendapat kurs yang bagus. Ternyata itu, barangkali, bukan hanya menyangkut soal estetika, atau penampilan saja. Bank Sentral Amerika (The Federal Reserve) selalu memeriksa uang kertas negara itu untuk melihat apa yang disebut dengan “kandungan kotorannya”, dengan menggunakan mesin yang menyorotkan sinar ke atas uang kertas itu untuk menilai kadar pantulannya. Ternyata mata uang yang bersih lebih mengilap. Sekitar sepertiga dari semua mata uang yang disinari biasanya ditarik dari peredaran dan dimusnahkan, karena dianggap lusuh.

Nah sekadar peringatan, kalau-kalau Anda tiba di bandara Tullamarine, Melbourne, misalnya, setelah berkunjung ke Amerika, atau bahkan Indonesia, dan kebetulan di saku Anda ada uang dolar Amerika, khususnya yang tukaran kecil. Kalau Anda kemudian terus-menerus diikuti anjing pelacak narkoba pabean, jangan sangka anjing tersebut telah keliru, karena Anda sangat yakin tidak pernah menggunakan narkoba. Ternyata di Amerika banyak pengguna narkoba, terutama kokaina, yang menggunakan uang dolar yang digulung sebagai semacam sedotan untuk memasukkan kokaina melalui lubang hidung mereka ke dalam tubuh. Dan ternyata tidak seluruh zat ini mampu tersedot oleh tarikan nafas penggunanya, dan sebagian kecil tersisa pada uang dolar yang dijadikan sedotan itu. Anjing pelacak pabean punya daya cium yang sangat tajam, hingga seberapa kecil pun narkoba yang ada pada Anda akan terlacak.

Ingat ya! OZIP sudah memperingatkan. Jaga diri baik-baik. Wallahu a’lam.

Penulis : Nuim Kaiyath