Cynthia “Primasoy”: Membuat Tempe dari Hati

Primasoy Tempeh. Merk ini tentu tidak asing lagi bagi para pecinta tempe di Melbourne. Kali ini, OZIP mendapat kesempatan mewawancarai sosok di balik suksesnya Primasoy Tempeh yang telah meraih medal dari Australian Food Awards selama dua tahun berturut-turut ini. Kedatangan kami siang itu disambut dengan ramah oleh Ibu Cynthia dan Pak Sugeng, pemilik Primasoy Tempe sendiri. Kedua sosok inspiratif ini membagikan cerita mereka di sela-sela kesibukan hari itu. 

“Membawa” Tempe Malang ke Australia 

Mungkin tidak banyak yang mengetahui jika, Primasoy sendiri dilatarbelakangi dari keinginan “membawa” tempe Malang ke tanah kangguru. Karena itu, 2005 menjadi titik awal berdirinya Primasoy. Memori masa lalu Cynthia saat masih di Malang, membawanya membesarkan Primasoy, “Kita orang Malang tiap siang tiap malam selalu ada tempe goreng di meja,” kenangnya. 

Selain kenangan akan masa lalu, Cynthia menuturkan alasannya memilih bisnis tempe. “Pertama, saya berasal dari Malang yang terkenal sebagai tempat tempe terbaik di Indonesia. Kita merasa bahwa tempe seenak di Malang belum ada dipasaran waktu itu. Kedua, saya suka makan. Ketiga saya lulusan sekolah kimia makanan!” jawabnya. 

Tentu tidak mudah untuk merintis sebuah usaha. Itu pula yang dirasakan lulusan kimia makanan di Jerman ini. Cynthia membeberkan tentang tantangan dalam hal marketing saat awal-awal Primasoy berdiri. Dimana ia harus mendatangi toko satu per satu untuk memperkenalkan produknya. “Aku sebulan sekali ke St. Kilda market. Jadi ada satu market farmers, aku buat tempe mendoan trus aku potong-potong mereka bisa coba. Dari situ kemudian orang tanya, ‘What is Tempe?’ dan seharian nerangin apa itu tempe,” ceritanya. 

Dari awal merintis yang hanya memproduksi 50 pcs tempe, kini Primasoy menghasilkan 500an tempe dalam satu hari. Cynthia menambahkan, berdasarkan pengalamannya saat merintis bisnis, harus siap untuk tidak menerima gaji selama 2-3 tahun. Beruntung, Cynthia dan sang suami dipertemukan dengan sosok konsul jenderal Indonesia untuk Victoria dan Tasmania kala itu “Konsulat (Jenderal) Pak Wahid itu penggemar tempe banget. Jadi dibantu mengembangkan,” kenangnya. 

Membuat Tempe dari Hati

Bagi Cynthia, tempe merupakan national pride Indonesia sehingga harus dibuat dengan hati. Mungkin alasan inilah yang menjadikan kelima pegawai Primasoy orang Indonesia. Sebelumnya Primasoy sempat mempekerjakan orang asing. Namun menurut wanita asal Malang ini, pekerjanya yang dulu tidak mengerti tempe. “Kalau orang Indonesia, bisa bangga dengan tempe. Hatinya ada disana,” ujarnya. Selain itu, tidak ada hal khusus lain selain niat baik Cynthia untuk membantu perekonomian komunitas Indonesia di Melbourne.

Jika pengusaha lain mungkin menginginkan produknya masuk ke toko besar, berbeda halnya dengan ibu dua anak ini,“Justru aku gak mau. Marketingku itu di specialty shop. Aku lebih baik kerja sedikit daripada banyak. Aku mengedepankan kualitas daripada kuantitas. Kalau aku gak punya, ya bilang gak punya. Gak sanggup ya gak sanggup,” tandasnya. 

Dengan prinsipnya itu, Cynthia hanya menyasar specialty shop seperti health food shop dan organic shop, “Our product is not a supermarket product karena bukan mass production,” imbuhnya lagi.

Saat ditanya mengenai apa yang membuat tempe Primasoy berbeda, Cynthia menjelaskan dengan antusias. “Pertama organik lebih mahal. Kedua lebih lama, kita buat secara tradisional Malang. Jadi dari kedelai sampai menjadi tempe itu empat hari. Sedangkan most of tempe dalam satu hari bisa asal suhu dinaikkan, cucinya tidak usah bersih-bersih, dan raginya dibanyakin!” 

Keseriusan Cynthia dan sang suami terlihat dengan mendaftarkan produk mereka pada NASAA Organic (National Association for Sustainable Agriculture Australia) untuk memperoleh sertifikasi organik. Cynthia membeberkan salah satu ciri dari produk organik adalah memiliki cap NASAA seperti yang ada pada produk tempe miliknya.

Kendati tidak diproduksi dalam jumlah massal, Primasoy kian melebarkan sayap hingga ke negara bagian lain di Australia, dari Sydney, Gold Coast hingga Tasmania. Dengan sasaran utama 80-90 persen orang lokal, Cynthia ingin membuat produk Primasoy tempe dengan memanfaatkan 100 persen produk dari Australia. Untuk pasar Indonesia sendiri, produk Primasoy hanya ter-display di Laguna. 

Berawal dengan niat baik untuk memperkenalkan tempe kepada warga Australia inilah, Cynthia memahami jika yang paling penting adalah kualitas. “Tempe itu kalau orang pertama gak suka, selama hidup susah untuk mengubah!” ujarnya.

Sebagai lulusan kimia pangan, Cynthia menjelaskan mengapa tempe itu sekarang dianggap sebagai superfood, “Semua fermented food dianggap lebih sehat. Fermentasi itu secara kimia, proteinnya sudah dipecah. Jadi badan kita menyerapnya lebih gampang dibanding kalau proteinnya belum broken down seperti tahu. Yang kedua karena fermentasi vitamin B-nya biasanya lebih tinggi,” jelasnya. 

Primasoy dan Dampak COVID-19

Sudah menjadi rahasia umum, jika banyak pelaku bisnis yang terkena dampak COVID-19, terlebih di sektor kuliner. Primasoy juga menjadi salah satu yang terkena dampaknya. Tidak seperti yang umumnya terjadi, Primasoy justru membukukan rekor penjualan yang cukup baik selama masa pandemi. Menurut Cynthia, di minggu-minggu pertama lockdown, omzet bertambah, “Karena banyak orang di Melbourne yang masak dirumah karena restoran tutup!” jelasnya. “Namun, sekarang pasaran sudah mulai normal lagi bahkan cenderung menurun karena tempe dianggap mahal disini,” tambahnya lagi. 

Justru, menurut Cynthia, yang mempengaruhi perusahaan tempe adalah masa kemarau lalu dimana banyak petani tidak dapat “water allocation” sehingga berdampak pada kelangkaan kedelai Australia, terlebih bagi yang tersertifikasi organik. Sehingga terjadi kelonjakan harga kedelai. 

Mengenai kemungkinan untuk eskpansi produk, Cynthia menceritakan jika Primasoy memiliki produk lain yang disebutnya sebagai “produk iseng-iseng” seperti tape singkong, keripik tempe, hingga tempe mendoan. Tidak pelit akan ilmu, ibu dari dua orang anak ini juga membagikan resep membuat tempe mendoan a la Primasoy dengan rumus 311: self-raising flour 3 bagian, tepung beras 1 bagian, dan 1 lagi bagian untuk tepung kanji, kemiri, bawang putih, herbs, daun bawang/coriander/kucai/daun jeruk. 

Terakhir, Cynthia menitipkan harapan agar masyarakat Indonesia merasa bangga dengan adanya tempe, “Sebagai makanan sehat dan khas Indonesia, tempe pantas dipromosikan,” pesannya. 

Teks: Mutia Putri

Foto: Lydia Johan