Bundengan, Instrumen Musik Langka dari Dieng Wonosobo

The Music Archive of Monash University (MAMU) menyelenggarakan simposium internasional dengan tema “Making Connections with the Music of Wonosobo in Java’s Dieng Plateau”. Simposium sehari yang berlangsung pada Kamis, 8 Februari 2018 di Monash University tersebut melibatkan banyak pihak seperti peneliti, musisi, etnomusikologis, komposer musik kontemporer, mahasiswa Australia dari berbagai universitas serta putra-putra asli Wonosobo. Diawali dengan sambutan Prof. Cat Hope dari Sir Zelman Cowen School of Music, dilanjutkan dengan pidato pengantar oleh Prof. Margaret Kartomi selaku Director of MAMU, kemudian simposium resmi dibuka oleh Konfir Kabo, Managing Partner of Kabo Lawyer.

Pembicara utama, Rosie Cook dari Grimwade Centre for Cultural Materials Conservation (GCCMC) University of Melbourne menjelaskan tentang latar belakang proyek konservasi alat musik langka Bundengan, yaitu sejak ditemukannya Kowangan pada tahun 1972 oleh Prof. Margaret Kartomi. Setelah itu, Rosie menggali lebih dalam tentang alat musik ini sampai diadakannya Bundengan Workshop di Wonosobo pada Maret 2017 dengan 200 orang peserta serta di Surakarta pada Oktober 2017. Rosie juga menekankan bahwa fokus dari simposium ini adalah pendokumentasian sebagai bentuk konservasi alat musik tradisional untuk mencegah kepunahan budaya tradisional.

Simposium diakhiri dengan tur melihat pameran alat musik tradisional Indonesia yang langka di MAMU yang terletak di lantai 4 Menzies Building yang dipandu oleh Bronia Kornhauser. Acara dilanjutkan dengan peresmian pameran Bundengan oleh Iwan Freddy Hari Susanto yang menjabat konselor menteri di Kedutaan Indonesia untuk Australia. Puncak acara adalah penampilan seni Bundengan oleh Ibu Mulyani dari Yayasan Ngesti Laras bersama dua putra asli Wonosobo Sa’id Abdulloh dan Luqmanul Chakim yang dulunya berkuliah di Institut Seni Indonesia Solo – Surakarta. Di penghujung acara juga diputarkan dua film dokumenter berjudul Aura Magis Musik Bundengan dan Music in a Shell: The Bundengan.

Teks: Evelynd