Berkarya Antara Indonesia dan Jerman

Sosok yang energik ini adalah salah satu penampil yang memeriahkan ajang Wonderful Indonesia Festival 2015. Lahir di Jakarta pada 12 Desember 1971, Shandy cukup kenyang dengan pahit manis dunia hiburan khususnya di industri musik.

_NP_0048Tampilannya yang casual, dengan lagu-lagu yang lebih banyak bernada up tempo dan lirik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris, Shandy berhasil mengajak para pengunjung di acara  tersebut untuk tak segan bernyanyi bersama dan bergoyang.

Dijumpai dalam kesempatan terpisah, Shandy menyatakan sangat senang bisa hadir di Melbourne. Kehadiran Shandy kali ini di Melbourne adalah tampilan perdananya sebagai penyanyi solo (sebelumnya pada tahun 2012 pernah tampil juga di Melbourne bersama Trio Lestari). Shandy mengungkapkan kegagumannya terhadap kota yang dijuluki sebagai The Most Liveable City in The World ini, “Melbourne itu asik. Relax. Fasilitas semua ada, tapi tidak terlalu modern. Yang jelas laid back dan orang-orangnya santai dan ramah. Nyaman banget lah kota ini”

Di panggung WIF 2015, di penghujung tampilannya, Shandy mengajak para penonton untuk bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. Tentu saja ini sangat menyentuh hati para penonton yang kebanyakan rindu akan Tanah Air, apalagi di hari itu seolah-seolah Queensbridge Square berubah menjadi Indonesia kecil saking banyaknya ragam budaya dan kesenian Indonesia yang ditampilkan.

Mengawali karir dalam bermusik justru di Jerman, dan sempat memenangkan International Contest of Young Pop Singer New Wave di Lativa pada tahun 2009, Shandy mengungkapkan,”Sampai saat ini komposisi lagu saya masih 50:50 antara Bahasa Inggris dan Indonesia. Jelas bahwa bahasa Inggris lebih mudah diterima di dunia yang lebih luas, tetapi dengan membawakan lagu-lagu berbahasa Indonesia saya ingin memperkenalkan Bahasa Ibu saya ke seluruh dunia. Dan percaya ngga, banyak yang kagum dengan bahasa Indonesia, lho. Mereka bilang bahasa Indonesia terdengar indah dan eksotik. Dari situ saya terus terpacu untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam lirik-lirik lagu saya”.

Album pertamanya di Indonesia, Malam Biru, yang  diluncurkan pada tahun 2009 meraup sukses, dan makin memantabkan langkahnya di industri musik Indonesia. Sempat meraih beberapa penghargaan di ajang AMI Awards 2011 di Indonesia, Shandy mengaku harus pintar-pintar membagi waktunya antara menjaga eksitensi di Indonesia dan di Jerman. “Sampai saat ini saya juga masih warga Jerman, selain warga Indonesia tentunya. Seperempat hidup saya dihabiskan di sana, tepatnya di Berlin. Saya memulai bermusik dari mengamen di jalanan dan Metro. Bagaimanapun Berlin punya bagian penting juga dalam hidup saya. Untuk itu di akhir September lalu saya meluncurkan single berjudul Berlin! Berlin! Ick Lieb Dir So Sehr (Berlin! Berlin! I love you so much, – Red) melalui iTunes worldwide.”

_NP_0060

Tampil di kancah internasional, mau tidak mau membawa identitas Shandy sebagai orang Indonesia. Shandy berpendapat, artist bisa sekali menjadi “duta wisata”. “Simple saja. Setiap berada dimanapun, selalu tampilkan “good mood” nya orang Indonesia. Senyum ya senyum yang tulus, genuine. Ramah yang tidak dibuat-buat. Dari situ orang akan berpikir, oh, orang Indonesia tuh asik ya… jadi pengen nih ke Indonesia. Soalnya kalau  hanya info tentang tempat wisata Indonesia saja gampang dicari di internet, tapi sikap kita sebagai Indonesia yang baik, ramah, dan terbuka, bisa menjadi hal yang tak kalah penting dalam mengundang lebih banyak wisatawan untuk datang ke Indonesia.”

Sosok yang menghabiskan waktu dengan membaca buku dan memasak di kala senggang ini, baru saja memproduksi single untuk penyanyi Indonesia pendatang baru, Wizzy.  “Sekalipun untuk survive di industri musik Indonesia bukan tanpa tantangan, tapi saya optimis musik Indonesia akan terus berkembang. Musik itu jelas bahasa yang universal. Dimanapun dan dari manapun saya berkarya, Indonesia maupun Jerman, melalui musik kita bisa menyampaikan pesan apa saja. Termasuk juga membawa nama baik Indonesia di mata dunia”, pungkas Shandy menutup perjumpaan

Wawancara Ozip dengan Shandy Sondoro

Katrini Nathisarasia –

Photo: Ineke Iswardojo