Bawa Keluarga atau Nggak Ya?

Dekatnya jarak antara Indonesia dengan Australia, membuat banyak pelajar Indonesia memutuskan untuk melanjutkan studinya di Australia. Tentu alas an utamanya karena pendidikan di Australia dianggap lebih maju. Salah satu kota tujuan pendidikan di negari Kangguru ini adalah Melbourne. Selain banyak universitas ternama, Melbourne memberi daya tarik tersendiri bagi pelajar dari Indonesia. Tidak sedikit dari mereka yang membawa serta keluarganya untuk ikut menikmati indahnya Melbourne. Namun, tak sedikit pula yang rela meninggalkan keluarga mereka di kampung halaman dengan berbagai alasan.

Stephanus, salah satu mahasiswa Monash University jurusan Master of Business (Accounting) and  Business Law yang membawa keluarganya ke Melbourne, beralasan bahwa dia membawa anak dan istrinya karena ingin selalu berkumpul bersama. “Walaupun akan membebani kondisi keuangan, saya yakin bisa diatasi dengan mengaturnya secara baik,” ujarnya.  Untuk mengakali mahalnya housing di Melbourne, ia mengontrak rumah bersama kedua temannya. “Saya juga bekerja di salah satu restoran untuk memdapatkan uang tambahan,” sambungnya.

Hal berbeda dikemukakan oleh Tari, mahasiswi Monash University jurusan Master of Business (Accounting), dan Awan,mahasiswa Monash University jurusan Master of Business,. Mereka tidak turut membawa keluarga ke Melbourne dengan alasan pasangan mereka memiliki karier yang sedang bagus dan sayang untuk ditinggalkan. “Membawa anak ke Melboourne akan menghabiskan banyak biaya dan saya khawatir untuk bekerja part-time karena akan menganggu perkuliahan”.

Sedangkan bagi Tari, tidak membawa keluarga bukan menjadi masalah besar karena pada semester break dan libur antarsemester, memberinya cukup waktu untuk dapat pulang ke Indonesia.

Lain lagi cerita Hari, seorang mahasiswa Monash University jurusan Master of Business (Accounting) and  Business Law . Walaupun sang istri tidak bekerja,  ia tidak membawa serta anak dan istrinya ke Melbourne sang istri dan anak sudah memiliki aktifitas di tanaha air yang tidak bisa ditinggalkan.

Fenomena kegalauan untuk membawa atau meninggalkan keluarga tentu saja memiliki sisi positif dan negatif. Bagi banyak orang, membawa keluarga dapat meningkatkan kenyamanan karena mereka dapat secara langsung menyaksikan dan selalu bersama anak istri/suaminya. Meskipun dengan pilihan itu, mereka harus memikirkan banyak hal.  Beaya sewa rumah, pendidikan anak, serta pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhan.

Bagi beberapa orang, dengan tidak membawa keluarga membuat dirinya dapat lebih fokus dalam belajar. Mereka berpendapat bahwa dengan kemajuan teknologi membuat mereka dapat berkomunikasi dengan keluarganya dengan lebih baik. Mereka bisa bertatap muka secara visual melaui beberapa program seperti facetime dan skype. Seperti yang dilakukan oleh Ahmad, mahasiswa Monash University jurusan Master of Business Acoounting,  yang mengalokasikan waktunya tiap hari untuk ber-video call dengan istri dan anaknya.

Keputusan untuk turut membawa serta atau meninggalkan keluarga memang keputusan sulit. Ada keuntungan dan kerugiannya. Solusi bagi mereka yang ingin turut serta membawa keluarganya adalah dengan melakukan perencanaan dengan matang terkait dengan biaya pendidikan anak, waktu belajar, housing, dan pekerjaan tambahan apabila dibutuhkan. Sedangkan bagi mereka yang memutuskan untuk meninggalkan keluarganya harus siap dengan berbagai konsekuensi setelahnya, seperti misalnya kendala perbedaan waktu yang akan membuat waktu untuk berkomunikasi menjadi terganggu.

Apa pun, membawa keluarga atau tidak, yang paling utama ialah kesuksesan menjalani pendidikan. Untuk meraih tujuan tersebut, setiap pelajar tentu berbeda satu sama lain, sesuai dengan kondisi masing-masing.

 

Arfian Erma Zudana