20 Tahun Reformasi, Sudah Sampai di Mana Kita?

Reformasi Indonesia telah berjalan selama 20 tahun. Waktu yang tidak sebentar, namun juga belum terlalu tua. Selama dua dekade itu, boleh dibilang telah banyak perubahan yang terasa di berbagai bidang sebagai dampak atas pergantian rezim pemerintahan. Namun, seberapa jauh perubahan itu mengubah kehidupan masyarakat Indonesia? Sejauh mana Reformasi membawa perubahan bagi wajah demokrasi dan politik di Indonesia?

 

Pertanyaan-pertanyaan di atas dibahas tuntas dalam acara “Dialog Dua Dekade: Democratisation and Its Challenges”, Sabtu (25/8) lalu. Acara yang bertempat di Sydney Myer Asia Centre, University of Melbourne (Unimelb) ini menyajikan diskusi tentang kondisi terkini dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, sejak rezim Orde Baru jatuh 20 tahun lalu. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi sesi pertama adalah Prof Vedi Hadiz (Unimelb) dan Prof Ariel Heryanto (Monash University), dengan moderator Dr Dirk Tomsa (La Trobe University). Dalam diskusi ini, Prof Vedi dan Prof Ariel membahas pandangan umum tentang 20 tahun Reformasi. Menurut Prof Ariel, politik di Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan sebelum era Reformasi. “Singkatnya, politik Indonesia masih saja berisik, melelahkan, memakan waktu, dan membosankan,” ujarnya. “Namun demikian juga yang terjadi di negara-negara liberal. Artinya, Indonesia saat ini berada pada fase normalised politics,” jelasnya.

Sesi pertama diakhiri dengan tanya jawab dan makan siang bersama. Setelah itu, menyusul sesi kedua yang membahas tentang berbagai tantangan utama Reformasi dari berbagai sektor. Diskusi yang dipandu oleh Dr Amanda Achmadi (Unimelb) ini menghadirkan Dr Dave McRae (Unimelb), Dr Ken Setiawan (Unimelb), Dr Helen Pausacker (Unimelb), serta Prof Greg Barton (Deakin University).

 

Teks dan foto: Pratiwi Utami